RINGKASAN FIQIH ZAKAT
Dr. Yusuf Qadhawi
PENDAHULUAN
Pemberdayaan ekonomi Ummat Islam melalui pelaksanaan
ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari
kalangan Ummat Islam itu sendiri. Kesadaran pelaksanaan zakat di kalangan Ummat
Islam masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah
yang satu ini, khususnya jika dibandingkan dengan ibadah wajib lainnya
seperti shalat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib
zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syari'ah Islam menyebabkan
pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu.
Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang
seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara
kolektif agar pelaksanaan ibadah harta ini menjadi lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemasyarakatan ibadah
zakat yang dituntunkan oleh Syariah Islam perlu ditingkatkan. Salah satu karya
besar mengenai zakat yang menjadi rujukan luas saat ini adalah Kitab Fiqih
Zakat, yang ditulis oleh Dr. Yusuf Qaradhawy, salah seorang Ulama Besar
Mesir yang sangat terkenal karena perhatiannya yang besar terhadap perkembangan
sosial dan ekonomi Ummat Islam pada abad 21 ini.
Risalah kecil ini disusun sebagai langkah awal memahami
zakat itu sendiri, sekaligus untuk mendorong keinginan untuk mengkajinya lebih
jauh melalui kitab aslinya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada Beliau. Dan semoga pula risalah ini bermanfaat bagi para
pembaca sekaligus dalam rangka meningkatkan kualitas ibadah yang menjadikan
kita semua sebagai hamba-Nya yang bertaqwa, amiin.
Surat Al-Lail (ayat 4-11)
Bismillahirrahmanirrahiim
"Sesunguhnya
usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan
Allah) dan bertaqwa serta membenarkan adanya pahala yang terbaik (Syurga) maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang
yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka
kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak
bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
Maka,
Allah memperingatkan dengan neraka yang menyala-nyala, Tidak ada yang masuk ke
dalamnya kecuali orang yang paling celaka, Yang mendustkan kebenaran dan
berpaling dari iman. Dan kelak akak dijauhkan orang yang bertaqwa dari neraka
itu. Yang menafkahkan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya, Padahal
tidak seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harusdibalasnya. Tetapi
dia memberikan itu itu semata-mata karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha
Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan"
ISLAM
DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Perhatian
Islam terhadap penanggulangan kemiskinan dan fakir miskin tidak dapat diperbandingkan
dengan agama Samawi dan aturan ciptaan manusia manapun, baik dari segi pengarahan
maupun dari segi pengaturan dan penerapan.
Memberi
makan orang miskin yang meliputi juga memberi pakaian, perumahan dan kebutuhan-kebuthan
pokoknya adalah merupakan realisasi dari keimananan seseorang (lihat surat Al
Mudatsir, Al Haqqah).
Dalam
surat Al Fajr, Allah berfirman: ž"Tidak,
tetapi kalian tidak tidak menghormati anak yatim dan tidak saling
mendorong memberi makan orang miskin. (QS 89:17-18)
Demikian
pula pada surat Al-Ma'un dimana dikatakan; orang yang mengusir anak yatim dan
tidak mendorong memberi makan orang miskin" dikatakan sebagai orang yang mendustakan
agama. Orang yang tidak pernah menghimbau orang lain untuk memberimakan orang
miskin biasanya tidak pernah pula memberi makan orang miskin tersebut.
Digambarkan
di sini orang-orang yang bertaqwa adalah orang yang menyadarai sepenuhnya bahwa
kekayaan mereka bukanlah milik sendiri yang dapat mereka perlakukan semau
mereka, tetapi menyadari bahwa di dalamnya terdapat hak orang lain yang membutuhkan.
Dengan
demikian, sejak saat-saat awal kurun Makkah, Islam telah menanamkan kesadaran
di dalam dada orang-orang Islam bahwa ada hak orang yang berkekurangan dalam
harta mereka. Hak yang harus dikeluarkan, tidak hanya berupa sedekah sunnat
yang mereka berikan atau tidak diberikan sekehendak mereka sendiri.
ZAKAT
PADA PERIODE MADINAH
Ayat-ayat
yang turun di Madinah sudah menjelaskan bahwa Zakat itu wajib dalam bentuk
perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Salah satu surat yang
terakhir turun adalah surat At-Taubah yang memberikan perhatian besar pada
Zakat.
Dalam surat at-Taubah saja banyak ayat yang menunjukkan
betapa pentingnya zakat dalam Islam, yaitu ayat 5, 11, 18. Ancaman bagi orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan tidak dizakati (ayat 34-35), penerima zakat (ayat
60), Zakat merupakan salah satu institusi seorang Mu'min (ayat 71) yang
membedakannya dari orang Munafik yang kikir (ayat 67), perintah mengambil zakat
(ayat 103), belum lagi dalam surat lain.
Kesimpulan
yang dapat ditarik berkaitan dengan Zakat, bahwa orang tidak mengeluarkan Zakat:
1.
belum dianggap sah masuk barisan orang-orang yang bertaqwa.
2.
tidak dapat dibedakan dari orang-orang Musyrik
3.
tidak bisa dibedakan dengan orang-orang Munafik yang kikir.
4.
tidak akan mendapatkan rahmat Allah (QS 7:156)
5. tidak berhak mendapat pertolongan
dari Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (QS 5:55-56)
6. tidak bisa memperoleh pembelaan dari
Allah (QS 22:40-41)
ZAKAT
DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM
Peringatan
keras terhadap orang yang tidak membayar Zakat tidak hanya berupa hukuman yang
sangat pedih di Akhirat. Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar ketika setelah
Rasulullah wafat dimana banyak suku Arab yang tidak mau membayar Zakat. Pernyataan
Abu Bakar : "Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan
Zakat dari Shalat,...." Berdasarkan pembahasan di atas dapat dimengerti
bahwa Zakat adalah asasi dalam Islam, dan orang yang mengingkari kewajiban Zakat
adalah Kafir dan keluar dari Islam (Murtad).
TUJUAN ZAKAT DAN DAMPAKNYA
A. Tujuan dan dampak zakat bagi si Pemberi:
1. Zakat mensucikan jiwa dari dari segala
kotoran dan dosa, dan terutama kotornya sifat kikir.
"Barangsiapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orangyang
beruntung" (59:9; 64:16).
2. Zakat merupakan manifestasi syukur atas
Nikmat Allah.
3. Zakat mendidik berinfaq dan memberi.
Banyak
ayat Al Qur'an yang selalu mengaitkan infaq dengan keimanan dan ketaqwaan
(2:1-3; 42:36-38; 3:134; 3:17; 51:15-19; 92:1-21). Orang yang terdidik untuk
siap meng-infaqkan harta tentunya akan sangat jauh sekali dari keinginan
mengambil harta orang lain (juga korupsi).
4. Zakat mengobati hati dari cinta dunia.
Tenggelam
kepada kecintaan dunia dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah dan
ketakutan kepada akhirat.
5. Zakat mengembangkan kekayaan bathin
Pengamalan
zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwa,
menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.
6. Zakat menarik rasa simpati
Zakat
akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang
yang kaya.
7. Zakat mensucikan harta dari bercampurnya
dengan hak orang lain.
8. Zakat mengembangkan dan memberkahkan
harta.
Allah
akan mengganti berlipat ganda (34:39; 2:268; dll). Sehingga tidak ada rasa
khawatir, harta akan berkurang dengan zakat.
B. Tujuan dan dampak zakat bagi penerima:
1. Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan,
sehingga dapat merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadah.
2.
Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.
Islam
memerangi penyakit ini dengan mencabut akarnya dari masyarakat melalui
mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan persaudaraan yang saling
memperhatikan satu sama lain.
C. Tujuan Zakat dan
Dampaknya dalam kehidupan masyarakat.
Zakat didasarkan pada delapan asnafnya yang tersebut
dalam QS 9:60 memperjelas kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat yaitu
terkait dengan :
1. Tanggung jawab sosial (dalam hal
penanggulangan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan fisik minimum).
2.
Perekonomian, yaitu dengan mengalihkan harta yang tersimpan dan tidak
produktif menjadi beredar dan produktif di masyarakat.
3. Tegaknya jiwa ummat, yaitu melalui tiga
prinsip :
a. Menyempurnakan kemerdekaan setiap individu
(fi riqob)
b.
Membangkitkan semangat beramal shalih yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misal
berhutang demi kemaslahatan masyarakat ditutupi oleh zakat.
c. Memelihara dan mempertahankan akidah (fi
sabilillah)
Problem
masyarakat dan peranan zakat:
1. Problematika Perbedaan Kaya-Miskin.
..."Supaya
harta itu jangan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu", (QS al-Hasyr :7).
2.
Problematika Meminta-minta.
Di
sisi lain Islam berusaha mengobati orang yang meminta karena kebutuhan yang
mendesak, yaitu dengan dua cara;
1) menyediakan lapangan pekerjaan, alat dan
ketrampilan bagi orang yang mampu bekerja, dan
2) jaminan kehidupan bagi orang yang tidak
sanggup bekerja.
3. Problematika Dengki dan Rusaknya Hubungan
dengan Sesama.
Persaudaraan adalah tujuan Islam yang asasi, setiap ada
sengketa hendaknya ada yang mendamaikan (al-Hujurat:9-10). Rintangan dana dalam
proses pendamaian harus dapat dibayarkan melalui zakat.
4. Problematika Bencana
Orang
kaya suatu saat bisa jadi miskin karena bencana. Melalui zakat seharusnya diberikan
pengamanan bagi yang terkena bencana, sehingga dapat kembali pada suatu tingkat
kehidupan yang layak.
5.
Problematika Membujang
Banyak
orang membujang karena tidak memiliki harta untuk menikah yang merupakan
benteng kesucian. Mekanisme zakat dapat berperan untuk memenuhi kebutuhan tsb.
KEKAYAAN
YANG WAJIB ZAKAT
Kekayaan
hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan
bisa diambil manfaatnya. Terdapat 6 syarat untuk suatu kekayaan terkena wajib
zakat:
1.
Milik penuh 4.
Lebih dari kebutuhan biasa
2.
Berkembang 5.
Bebas dari hutang
3.
Cukup nisab 6.
Berlalu setahun
Syarat
Pertama : Milik Penuh
Kekayaan pada dasarnya milik Allah. Istilah "milik
penuh" maksudnya kekayaan itu berada di bawah kontrol dan dalam
kekuasaannya. Atau ada di tangan, tidak tersangkut hak orang lain, dapat ia pergunakan
dan faedahnya dapat dinikmati. Konsekwensi dari syarat ini tidak wajib zakat
bagi :
•
Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
•
Tanah waqaf dan sejenisnya
•
Harta haram.
•
Harta pinjaman.
Bagi
orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau
mengundur-undurkan pembayaran, sementara dia terus mengambil manfaat dari harta
tsb.
•
Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun).
Syarat
Kedua : Berkembang
Artinya harta tsb senantiasa bertambah baik secara
konkrit (ternak dll) atau tidak konkrit (berpotensi berkembang, uang
diinvestasikan). Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan untuk kepentingan
pribadi seperti rumah, alat kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dll.
Karena semuanya bukan kekayaan yang berkembang atau memiliki potensi untuk
berkembang. Maka disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan dikeluarkan
zakatnya sekali walaupun disimpan bertahun-tahun.
Syarat
Ketiga: Cukup nisab
Disyaratkannya
nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada
dalam kondisi berkecukupan. Tidaklah mungkin syariat membebani zakat pada orang
yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta
tsb.
Syarat
Keempat: Lebih dari Kebutuhan Biasa
Maksudnya
kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul2 diperlukan untuk kelestarian hidup; untuk
mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan,
dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga. Kebutuhan ini
berbeda-beda dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya
tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda.
Syarat
ke lima: Bebas dari Hutang
Bila
jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidak
wajib. Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang adalah penghalang wajib zakat.
Namun bila hutang tidak harus dibayar sekarang, maka tidak lepas wajib zakat
(seperti hutang karena kredit sesuatu).
Syarat
ke enam: Berlalu Setahun
Maksudnya
bahwa kepemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya 12 bulan
Qomariyah. Menurut Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanya untuk barang yang termasuk
dalam istilah "zakat modal" seperti: ternak, uang, harta benda
dagang, dll.
Hasil
pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dan
yang sejenis semua termasuk istilah "zakat pendapatan" tidak
disyaratkan satu tahun (harus dikeluarkan ketika diperoleh).
KEKAYAAN
YANG WAJIB ZAKAT
Pembahasan
berikut ini adalah tentang "Kekayaan yang Wajib Zakat dan
Besar Zakatnya". yaitu:
1.
Zakat binatang ternak 5.
Zakat barang tambang & hasil laut
2.
Zakat emas & perak/zakat uang 6.
Zakat investasi pabrik, gedung, dll
3.
Zakat perdagangan 7.
Zakat profesi
4.
Zakat pertanian 8.
Zakat saham dan obligasi
Namun
mengingat keterbatasan waktu, akan dibahas yang penting bagi kita untuk
mengetahuinya, yaitu nomor 2 dan 9 saja.
ZAKAT
EMAS DAN PERAK
I.
Emas dan Perak (E&P) sebagai Uang
E&P
telah sejak lama digunakan sebagai alat tukar (uang), yaitu uang emas (dinar)
dan uang perak (dirham). Dinar banyak digunakan penduduk kerajaan Romawi
Bizantinum sedangkan dirham pada kerajaan Persia.
Nisab
dan Besarnya Zakat Uang
Nisab
uang adalah 85 gram emas dan 200 gram perak. Adapun nisab untuk uang
kertas dan surat-surat berharga lain ditetapkan setara dengan 85 gram emas,
dengan pertimbangan nilai emas jauh lebih stabil daripada perak. Tidak terdapat
perbedaan pendapat ulama mengenai besarnya zakat uang, yaitu 2,5 %.
II.
Zakat Emas dan Perak yang Non Uang
Emas
dan Perak sering digunakan untuk perhiasan yang halal maupun yang tidak
halal. Perhiasan yang halal adalah untuk kaum wanita dalam batas yang tidak
berlebihan, dan perak untuk pria. Banyak penggunaan E&P di masyarakat yang dilarang
syara' yaitu yang berupa barang seperti; bejana, patung, benda seni lainnya,
dll.
Perhiasan
yang tidak wajib dizakati adalah perhiasan yang dipakai dan dimanfaatkan. Adapun
yang dijadikan sebagai benda simpanan, maka hal itu wajib dizakati. Karena pada
hakekatnya simpanan E&P ini mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Nisab perhiasan
yang tidak dibenarkan syara' (bejana, patung dll) sebesar nisab emas (85 gram) dan
zakatnya sebanyak 2.5 % tiap tahun.
ZAKAT
PROFESI
Topik
ini yang sangat penting bagi yang memiliki profesi tertentu. Apa yang
diungkapkan oleh Al-Qaradhawy mengenai topik ini adalah ijtihad beliau untuk
menentukan hukum yang jelas mengenai kedudukan harta profesi, melalui studi
perbandingan dan penelitian yang dalam terhadap pendapat-pendapat yang ada
mengenai masalah ini sejak zaman sahabat hingga sekarang. Apakah itu terkait
dengan kewajiban zakat? Kalau ya, berapa besarnya? Berapa nisabnya? Bagaimana
cara pembayarannya?
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok dewasa
ini adalah yang diperoleh dari profesi, baik yang terkait dengan pihak lain
seperti pegawai (negeri atau swasta), atau tidak terkait pihak lain
(professional), seperti dokter, advokat, penjahit, seniman, dll. Jenis pekerjaan
ini mendatangkan penghasilan baik berupa gaji, upah ataupun honor.
Pandangan
Fikih tentang Profesi
Zakat
profesi memang tidak ada dalam hadits, namun dengan kaidah ushul fikih harta profesi
dapat digolongkan "harta penghasilan", yaitu kekayaan yang diperoleh
melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat. Harta penghasilan dapat
dibedakan menjadi :
1.
Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil menjual poduksi
pertanian yang sudah dizakati 10% atau 5% yang tentunya uang hasil penjualan
tersebut tidak perlu dizakatkan pada tahun yang sama karena kekayaan asalnya
sudah dizakatkan.
2. Penghasilan dari penyebab bebas, seperti
gaji, upah, honor, investasi modal dll.
Setelah mengadakan studi perbandingan dan penelitian yang
mendalam terhadap nash-nash yang berhubungan dengan status zakat untuk bermacam-macam
jenis kekayaan, juga dengan memperhatikan hikmah dan maksud PEMBUAT SYARIAT
yang telah mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan ummat
Islam pada masa sekarang ini, maka Yusuf Al-Qaradhawy berpendapat bahwa harta
hasil usaha seperti: gaji pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur,
advokat, penjahit, seniman, dll wajib terkena zakat dan dikeluarkan zakatnya
pada waktu diterima.
Nisab
Dan Besarnya Zakat Profesi
Seteleh
menetapkan bahwa penghasilan profesi wajib zakat, yusuf Al-Qaradhawy
menjelaskan besar nisabnya, yaitu senilai 85 gram emas seperti besarnya
nisab uang, besarnya zakat 2.5%.
Tinggal
satu persoalan lagi !!! Orang yang menerima pendapatan tidak teratur, bias setiap
hari seperti dokter, pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara
regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan pegawai.
Bila
nisab di atas ditetapkan untuk setiap kali gaji diterima, berarti kita akan membebaskan
banyak golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang
sekali cukup nisab. Jika seluruh gaji diakumulasikan dalam waktu tertentu akan mencapai
nisab. Penghitunan akumulasi yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syariat
adalah satu tahun, dimana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan
bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun
dibayarkan per bulan karena kebutuhan yang mendesak.
Kemudian
yang diukur nisabnya adalah penghasilan bersih, setelah dikurangi kebutuhan pokok
seseorang berikut tanggungannya, dan setelah dikurangi untuk bayar hutang
(bukan kredit barang mewah, tapi untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti
kredit rumah BTN, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dll).
Bila
penghasilan bersih diakumulasi dalam setahun atau kurang telah mencapai nisab,
maka wajib zakat 2.5%. Bila seseorang mengeluarkan zakatnya langsung ketika
menerima penghasilan (karena yakin dalam waktu setahun penghasilan bersihnya
akan lebih dari senisab), maka tidak wajib lagi mengeluarkannya di akhir tahun
(karena akan berakibat double zakat).
Selanjutnya
orang tsb harus membayar zakat dari penghasilan tsb pada tahun kedua dalam
bentuk kekayaan yang berbeda-beda.
• Bila kelebihannya disimpan dalam bentuk uang,
emas dan perak, maka zakat tahun berikutnya adalah zakat uang, emas dan perak.
• Bila kelebihannya
diinvestasikan (pabrik, gedung, rumah sewa, mobil rental, dll), maka
zakat tahun berikutnya adalah zakat
investasi.
• Bila selanjutnya diputar dalam perdagangan maka
zakat tahun berikutnya adalah zakat perdagangan.
• Bila dibelikan saham atau obligasi, maka zakat
tahun berikutnya adalah zakat saham dan obligasi.
• Bila dibelanjakan untuk sesuatu yang
dipergunakan sehari-hari atau yang tidak mempunyai potensi berkembang, maka
tidak ada kewajiban zakat lagi pada tempo yang kedua ini.
Cara
simple kalkulasi zakat profesi :
Penerimaan
kotor selama setahun (dikurangi) Kebutuhan pokok setahun (dikurangi lagi)
Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun (hasilnya) = Penghasilan bersih
setahun. Apabila Penghasilan bersih setahun > atau = nilai 85 gram mas, maka
wajib zakat yaitu 2.5% X Penghasilan bersih setahun.
Bila
Penghasilan bersih setahun < nilai 85 gram emas, maka tidak wajib zakat. Jadi
bila kita yakin bahwa perkiraan besarnya D yang kita miliki dalam setahun
adalah lebih besar dari 85 gram emas, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu
mengeluarkan zakat langsung ketika diterima.
Ini
hanya zakat profesi. Bentuk-bentuk kekayaan lain yang kita miliki seperti;
peternakan, pertanian, investasi, emas dan perak, uang tabungan, saham,
obligasi, perdagangan dll, juga harus dikeluarkan zakatnya dengan ukuran nisab
dan besar zakat yang berbeda satu dengan lainnya.
SASARAN
ZAKAT
Walaupun tidak begitu penting untuk diketahui oleh umum, namun
perlu disarikan secara singkat untuk memperjelas hal-hal yang mungkin masih
rancu di kalagan ummat Islam, khususnya yang terlibat atau akan melibatkan diri
dalam masalah zakat pada unit-unit zakat di lingkungan kerja, tempat tinggal
atau keluarga masing-masing, maka topik ini menjadi penting. Sebagaimana yang
diterangkan dalam QS 9:60, sasaran zakat ada 8 golongan : fakir, miskin, amil
zakat, muallaf, memerdekakan budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil.
Fakir
dan Miskin
Siapakah
yang disebut fakir dan miskin ?
Terdapat beragam definisi mengenai fakir dan miskin, tapi
secara umum fakir lebih parah daripada miskin. Fakir adalah orang yang tidak
memiliki pekerjaan tetap dan penghasilannya jauh dari mencukupi kebutuhan,
misalnya butuh 10 hanya dapat 3 atau 4. Sedangkan miskin punya pekerjaan tapi
hasilnya belum mencukupi kebutuhan, misalnya butuh 10 hanya dapat 6 atau 7.
Golongan ini dapat dikatakan sebagai inti sasaran zakat (Hadits: ... zakat yang
diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin).
Fakir
miskin hendaklah diberikan harta zakat yang mencukupi kebutuhannya sampai dia
bisa menghilangkan kefakirannya. Bagi yang mampu bekerja hendaknya diberikan peralatan
dan lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi yang tidak mampu lagi bekerja (orang
jompo, cacat fisik), hendaknya disantuni seumur hidupnya dari harta zakat. Maka
jelaslah bahwa tujuan zakat bukanlah memberi orang miskin 10.000 atau 20.000,
tapi maksudnya memberikan tingkat hidup yang layak sebagai manusia yang didudukkan
Allah sebagai khalifah di bumi, dan layak sebagai Muslim yang telah masuk ke
dalam agama keadilan dan kebaikan, yang telah masuk ke dalam ummat pilihan dari
kalangan manusia.
Amil
Zakat
Amil
adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, dimana Allah
menyediakan upah bagi mereka dari harta zakat sebagai imbalan. Dimasukkannya
amil sebagai asnaf menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah tugas
individual, tapi tugas jamaah (bahkan tugas negara). Ada anggaran khusus
untuk gaji para pelaksananya.
Syarat
Amil (siapa tahu ada yang tertarik menjadi Amil Professional) :
1.
Muslim 5.
Mampu melaksanakan tugas
2.
Mukallaf (dewasa, sehat akal) 6.
Bukan keluarga Nabi
3.
Jujur 7.
Laki-laki
4.
Memahami Hukum Zakat
Tugas
Amil :
Semua
hal yang berhubungan dengan pengaturan zakat, mengadakan sensus berkaitan
dengan:
1.
orang yang wajib zakat,
2.
macam-macam zakat yang diwajibkan
3.
besar harta yang wajib dizakati
4. Mengetahui para mustahik :-
Jumlahnya- jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya yang cukup untuk mereka.
Berapa
besar bagian buat amil: Amil tetap diberi zakat walau ia kaya, karena yang
diberikan kepadanya adalah imbalan kerjanya bukan berupa pertolongan bagi yang
membutuhkan. Amil itu adalah pegawai, maka hendaklah diberi upah sesuai dengan
pekerjaannya, tidak terlalu kecil dan tidak juga berlebihan. Pendapat yang
terkuat yang diambil Yusuf Qardawy adalah pendapat Imam Syafi'i, yaitu maksimal
sebesar 1/8 bagian.
Gharim
Yaitu
orang yang punya hutang, dapat terbagi dua :
A. Orang berhutang untuk kebutuhan sendiri (untuk
nafkah keluarga, sakit, mendirikan rumah dll). Termasuk orang yang terkena
bencana sehingga hartanya musnah. Syarat gharimin:
1. Mempunyai kebutuhan untuk
membayar utangnya.
2. Berhutang dalam melaksanakan ketaatan atau
mengerjakan sesuatu yang diperbolehkan syariat.
3.
Hutangnya harus dibayar pada waktu itu.
4. Kondisi hutang tsb berakibat sebagai beban yang
sangat berat untuk dipikul.
Berapa
besar orang yang berhutang harus diberikan ? Orang yang berhutang karena kebutuhan
sendiri diberi sesuai kebutuhannya, yaitu untuk membayar lunas hutangnya.
Apabila ternyata ia dibebaskan oleh yang memberi hutang, maka diaharus
mengembalikan bagiannya itu. Karena ia sudah tidak memerlukan lagi (untuk membayar
hutang).
B.
Orang yang berhutang untuk kemaslahatan orang lain.
Misalnya
hutang untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, atau hutang untuk melayani
kepentingan masyarakat, walaupun ia orang kaya. Bagi kita yang mengambil kredit
TV misalnya, tentunya tidak termasuk kaum gharimin yang menjadi sasaran zakat.
Karena kita bukannya sengsara karena hutang, tapi justru menikmatinya.
Sabilillah
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai definisi "Sabilillah". Kesepakatan
Madzhab Empat tentang Sasaran Sabilillah:
1. Jihad secara pasti termasuk dalam ruang
lingkup Fisabilillah.
2. Menyerahkan zakat kepada pribadi Mujahid
3. Tidak diperbolehkan menyerahkan zakat demi
kepentingan kebaikan dan kemaslahatan bersama, seperti membangun dam, jembatan,
masjid dan sekolah, memperbaiki jalan, mengurus jenazah dll.
Namun
beberapa ulama lain telah meluaskan arti sabilillah, seperti : Imam Qaffal, Mazhab
Ja'fari, Mazhab Zaidi, Shadiq Hassan Khan, Ar-Razi, Rasyid Ridha dan Syaltut, dll.
Setelah
mengkaji perbedaan-perbedaan pendapat ini, dan merujuk pengertian kata sabilillah
yang tertera dalam ayat-ayat Al Qur'an, maka Qardhawi menyimpulkan : pendapat
yang kuat, bahwa makna umum dari sabilillah itu tidak layak dimaksud dalam ayat
ini; menurutnya, sabilillah memiliki makna yang khusus, tiada lain adalah jihad
untuk membela dan menegakkan kalimat Islam di muka bumi. Setiap jihad yang
dimaksudkan untuk menegakkan kalimat Allah termasuk sabilillah, bagaimanapun
keadaan dan bentuk jihad serta senjatanya.
Kemudian Yusuf Al-Qaradhawy memperluas arti Jihad, tidak
hanya terbatas pada peperangan dan pertempuran dengan senjata saja, namun
termasuk juga segala bentuk peperangan yang menggunakan akal dan hati dalam
membela dan mempertahankan aqidah Islam. Contoh : Apabila ada suatu negara
dimana pendidikan merupakan masalah utama, dan yayasan pendidikan telah
dikuasai kaum kapitalis, komunis, atheis ataupun sekularis, maka jihad yang
paling utama adalah mendirikan madrasah yang berdasarkan ajaran Islam yang
murni, mendidik anak-anak kaum Muslimin dan memeliharanya dari pencangkokan
kehancuran fikiran dan akhlaq.
Akhirnya
Al-Qaradhawy berkesimpulan:
1. Harta zakat
yang terkumpul harus dibagikan pada semua mustahik, bila harta banyak dan semua
sasaran ada, kebutuhannya sama/hampir sama.
2. Ketika diperkirakan semua mustahik (delapan)
itu ada, maka tidak wajib menyamakan antara semua sasaran dalam pemberiannya, tapi
tergantung jumlah dan kebutuhannya. Sebab terkadang suatu daerah ada 1.000
miskin, sementara gharim atau ibnu sabil 10 orang.
3. Diperbolehkan memberikan semua zakat, hanya pada
sebagian sasaran tertentu, melebihkan antara yang satu dgn yang lain sesuai kebutuhan.
4.
Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus meneri mazakat,
karena memberi kecukupan kepada mereka, merupakan tujuan utama dari zakat.
5.
Hendaknya mengambil pendapat madzhab Syafi’i dalam menentukan batas paling
tinggi yang diberikan kepada petugas pengelola zakat, yaitu 1/8 dari hasil
zakat, tidak boleh lebih dari itu.
6. Apabila harta zakat sedikit, seperti harta
perorangan yang tidak begitu besar, maka zakat diberikan pada satu sasaran
saja, sebagaimana yang dikemukakan an-Nakha'i dan Abu Tsaur, bahkan diberikan pada
satu individu, sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hanifah, agar pemberian itu dapat
mencukupi kebutuhan mustahik.
Menyerahkan
Harga Zakat
Sebagian ulama mengatakan bahwa zakat harus diserahkan
sesuai dengan bentuk hartanya namun ulama lain memperbolehkan zakat tersebut
dihargakan, seperti yang pernah dilakukan sahabat. Setelah mengkaji masalah ini,
Al-Qaradhawy mendukung pendapat yang memperbolehkan, tapi dilarang mengeluarkan
harga zakat tanpa ada kebutuhan dan tanpa ada kemaslahatan yang jelas
(untuk semua pihak baik pemberi, amil, maupun mustahik).
Memindahkan
Zakat Ke Tempat Bukan Penghasil Zakat
Sebagaimana
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin contohkan, yaitu dengan mengutus petugas-petugas
zakat ke setiap daerah/negeri, untuk memungut zakat dari orang-orang kaya dan
memberikannya kepada yang miskin di antara mereka, maka hendaklah zakat itu
didistribusikan pada tempat dimana zakat tersebut dikumpulkan. Pemindahan zakat
dari suatu daerah ke daerah lain, dalam keadaan penduduk di daerah asal masih
membutuhkannya, adalah menodai hikmat zakat.
Namun
dalam kondisi tertentu, untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih baik,
diperbolehkan memindahkan zakat ke tempat lain yang lebih membutuhkan, walaupun
di daerah asal masih membutuhkannya. Demikian pula seorang Muslim, apabila ia
mengeluarkan sendiri zakatnya, ia diperbolehkan mengirimkan zakatnya ke tempat
lain karena adanya kemaslahatan yang dianggap kuat (misalnya dikirimkan kepada
kerabatnya di kampung).
Berbagai
Pembahasan Di Sekitar Pembayaran Zakat
1. Apakah boleh mewakilkan dalam mengeluarkan
zakat ?
Boleh,
tapi jangan mewakilkannya pada orang yang non Muslim, kecuali karena sesuatu
kebutuhan, dengan syarat orang itu terpercaya dan dapat menyampaikan sesuai
kehendak orang yang mewakilkan.
2. Menampakkan zakat ketika mengeluarkan ?
Yang
utama dalam zakat adalah menampakkannya pada waktu mengeluarkan,
agar dilihat dan diikuti orang dan tidak ada penilaian buruk atas orang
itu. Ini termasuk syiar Islam. Seperti shalat fardhu yang disunahkan
menampakkannya. Yang sunah disembunyikan adalah shalat, puasa, dan sedekah sunah.
3. Apakah penerima diberitahu bahwa harta itu
adalah zakat ?
Tidak
harus memberitahukan kepada si fakir ketika menyerahkan zakat atau sesudahnya,
karena mungkin akan menyakiti hatinya.
Kewajiban
Lain Di Luar Zakat
Zakat
adalah batas kekikiran seorang muslim. Sehingga adalah salah kaprah bila
dikatakan orang yang berzakat adalah orang yang dermawan, Umumnya para ahli
fikih berpendapat bahwa zakat adalah satu-satunya kewajiban atas harta.
Namun
golongan lainnya sejak zaman sahabat sampai masa tabi'in berpendapat bahwa
dalam harta atau kekayaan ada kewajiban lain selain zakat, yaitu pemberian
harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir,
orang yang meminta-minta dan memerdekakan budak.
Terdapat
hadits shahih mengenai hak tamu atas tuan rumah. Perintah menghormati tamu
menunjukkan wajib karena perintah itu dikaitkan dengan iman, dan setelah tiga hari
dianggap sebagai sedekah
Ayat
Quran mengancam orang yang menolak memberi pertolongan kepada mereka yang
memerlukan, seperti halnya dalam surat Al Maun, dimana Allah mangaggap celaka
bagi orang enggan menolong dengan barang yang berguna bersamaan dengan orang
yang berbuat ria.
Penutup
Yang
menjadi kewajiban bagi para da'i saat ini ialah mulai mengadakan usaha membina
mereka yang masih ada rasa keagamaannya dengan mendirikan organisasi pengumpulan
zakat. Zakat yang dapat digunakan untuk konsolidasi ummat, memberantas
kemiskinan, memperlancar aktivitas da'wah menahan agresi dari kaum kuffar. Bila
seluruh kaum Muslimin menunaikan zakat dan digunakan secara teratur, maka Islam
akan mampu mengembalikan kejayaannya.
Setelah
lebih jauh memahami kewajiban zakat, Insya Allah kita akan menjadi
pionir-pionir Muslim yang dengan sikap taat melaksanakan perintah ini. Lebih
jauh lagi, bisakah kita berbuat sesuatu untuk meluaskan gerakan zakat ini, dengan
menyadarkan orang-orang di sekitar kita; keluarga, teman sejawat, tetangga dll.
Hal ini sangat mendesak. Memasyarakatkan kewajiban zakat bukan lagi
sekedar tanggung jawab para ulama dan mubaligh, tapi adalah tanggung jawab
kita semua yang telah mengetahui dan menjalankan kepada mereka yang belum
mengetahui dan menjalankannya.
Semoga Allah memberikan
kekuatan kepada kita semua, dan meridhoi aktivitas kita. Amiin.