Kamis, 17 Januari 2013

Wanita pertama masuk surga
adalah wanita yang mentaati suaminya

Suatu hari, puteri Nabi SAW. Fatimah Az-Zahra ra. bertanya kepada Rasulullah SAW. Siapakah wanita pertama yang masuk surga setelah para “Ummahatul mukminin” (isteri-isteri Nabi SAW)? Rasulullah bersabda : Dialah MUTHI’AH.
Siti Fatimah adalah anak Rasulullah yang mempunyai budi pekerti yang baik dan beliau amat taat kepada ajaran Islam, dan sifat-sifatnya sama seperti bapaknya, yakni Nabi Muhammad SAW. Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang bercerita tentang keni’matan surga kepada Siti Fatimah, maka baginda pun bersabda, “Aduhai anakandaku, ada seorang wanita dari kalangan orang kebanyakan (orang awam) yang pertama akan masuk surga lebih dahulu daripada kamu”.
Mendengar kata-kata ayahandanya itu, maka berubahlah raut mukanya lantas ia menangis dan berkata, “Siapakah perempuan itu wahai ayahanda? Seperti apa perempuan itu dan bagaimana pula amalannya sehingga dia dapat lebih dahulu masuk surga daripada ananda? Ayahanda, katakanlah di mana dia sekarang?”
Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Dia adalah seorang wanita yang miskin, tinggal di Jabal Uhud, kira-kira 3 batu dari Madinah”. Tanpa buang-buang waktu, Siti Fatimah pun pergi mencari perempuan yang dikatakan masuk surga terlebih dahulu daripadanya. Setelah dia sampai ke rumah perempuan itu, lalu dia mengetuk pintu sambil memberi salam.
Perempuan yang Rasulullah maksudkan itu membuka pintu dan menanyakan hajat Siti Fatimah datang ke rumahnya tanpa mempersilakannya masuk ke dalam rumah. Siti Fatimah berkata, “Saya datang kemari karena ingin ketemu dan berkenalan dengan anda”. Perempuan itu menjawab, “Terima kasih bu, tetapi saya tidak berani mempersilakan ibu masuk, karena suami saya tidak ada di rumah. Nanti saya minta izin kalau dia pulang. Silakan datang lagi besok”.
Dengan perasaan sedih dan kecewa, Siti Fatimah pulang, kerana tidak dapat masuk dan berbicara panjang lebar dengan perempuan tersebut. Keesokan harinya, beliau kembali lagi ke rumah perempuan itu dengan membawa anaknya yang bernama Hasan. Ketika tiba di pintu rumah perempuan tersebut dan hendak dipersilakan masuk, tiba-tiba perempuan itu melihat ada anak kecil bersama Siti Fatimah, lalu dia bertanya, “Ini siapa?”. Putri Rasulullah itu menjawab, “Ini anak saya, namanya Hasan”. Perempuan itu lantas berkata, “Saya minta maaf, kerana saya belum meminta izin untuk anak ini masuk kepada suami saya”.
Siti Fatimah jadi serba salah, lalu beliau pun kembali ke rumahnya. Besoknya Siti Fatimah datang lagi ke rumah perempuan itu, tapi kali ini beliau membawa kedua putranya, yaitu Hasan dan Husain. Perempuan ahli surga itu terkejut melihat ada seorang anak kecil lagi yang belum dimintakan izin kepada suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Siti Fatimah tersipu malu, lalu dia pulang dengan perasaan hampa.
Dalam perjalanan pulang, hatinya berkata-kata, “Perempuan ini sangat takut kepada suaminya, sehingga masalah yang begini saja dia tidak berani melakukannya. Padahal jika dia mengizinkan aku masuk, tidak mungkin suaminya marah. Tidak usahlah memandang aku ini siapa dan dua anak ini cucu siapa, pandanglah aku sebagai tamu dari jauh, sudahlah” bisik hatinya sambil menangis terisak-isak.
Begitu suami perempuan itu pulang, perempuan itu memberitahu perihal anak laki-laki lagi yang dibawa oleh Siti Fatimah. Suaminya terkejut dan heran, seraya berkata, “Kenapa kamu tahan sampai begitu? Bukankah Siti Fatimah itu putri Rasulullah SAW dan dua orang anaknya itu cucu baginda. Di samping itu, kamu harus yakin, bahwa keselamatan kita berdua kelak bergantung pada keredhaan Rasulullah saw. Jangan kamu lakukan seperti itu lagi, jika dia membawa siapa pun, terimalah mereka dengan baik dan hormatilah mereka semua”.
Istrinya menyahut, “Baiklah, tetapi maafkanlah kesalahan saya kerana saya mengerti bahwa keselamatan diri saya ini bergantung pada keredhaanmu, sebagai suami saya. Oleh karena itu, saya tidak berani melakukan sesuatu yang akan membawa kemarahan atau menyakiti hatimu”.
“Terima Kasih” sahut suaminya.
Pada hari berikutnya, Siti Fatimah datang lagi dengan membawa dua orang putranya. Setelah dipersilakan masuk dan dijamu dengan buah kurma dan air, mereka pun memulai percakapan. Sedang enak-eank berbincang-bincang, tiba-tiba perempuan itu berdiri dan berjalan menuju pintu rumahnya sambil memandang ke arah jalan, seolah-olah sedang menanti kedatangan seseorang dengan tidak begitu mempedulikan Siti Fatimah. Siti Fatimah melihat di tangan perempuan itu ada sebuah tongkat dan sebuah gelas berisi air, sementara tangan yang satu lagi mengangkat ujung kain, sehingga menampakkan betis dan pahanya, sedangkan wajahnya penuh dengan senyuman yang manis.
Melihat keadaan seperti itu, dengan perasaan resah kerana tidak dipedulikan, lalu Siti Fatimah bertanya, “Mengapa jadi begini?” Perempuan itu menyahut, “Ibu, mohon maafkan saya, kerana saya sedang menantikan kepulangan suami saya”.
“Untuk apa segelas air itu?” tanya Siti Fatimah.
Jawab perempuan itu, “Barangkali suami saya haus ketika dia pulang, saya akan segera memberikan air ini kepadanya supaya tidak terlambat. Jika terlambat nanti dia akan marah”.
Kemudian Siti Fatimah bertanya lagi, “Untuk apa pula tongkat itu?”
Perempuan itu menjawab, “Jika suami saya marah, mudahlah dia memukul saya dengan tongkat ini”.
Siti Fatimah bertanya lagi, “Kenapa pula anda mengangkat kain anda sehingga menampakkan aurat, bukankah itu haram?” Maka perempuan itu berkata, “Jika dia menginginkan saya, lalu dia pandang saya begini, tentulah akan menambah syahwat dan nafsunya yang memudahkan pada maksudnya”.
Seusai perempuan itu menjawab segala pertanyaannya, Siti Fatimah termenung dan heran lalu dia berbisik, “Jika begini kelakuan dan perangainya terhadap suaminya, tidak mampulah aku mengikutnya. Patutlah dia masuk surga dahulu daripada aku serta wanita-wanita lain. Ternyata benarlah bahwa keselamatan seorang perempuan yang bersuami itu bergantung kepada ketaatan dan keredhaan suami terhadapnya”.
Sambil terisak-isak menangis dan meneteskan air matanya, Siti Fatimah meminta izin untuk pulang dan beliau segera menghadap ayahandanya, Rasulullah saw lalu berkata, “Ananda merasa sangat sedih dan lemah semua sendi, kerana tidak dapat meniru dan melakukan sebagaimana perangai dan amalan perempuan yang ayahanda maksudkan itu”.
Begitu Rasulullah saw mendengar rintihan putrinya, lalu baginda bersabda sambil tersenyum, “Putriku, janganlah kamu bersedih. Perempuan yang ananda jumpa itu alah perempuan yang akan menuntun dan memegang tali kendali tungganganmu ketika kamu masuk surga. Jadi, dialah yang masuk terlebih dahulu”. Setelah mendengar penjelasan itu, barulah Siti Fatimah tersenyum.

Dari kisah di atas, dapat kita lihat bahwa ketaatan seorang isteri kepada suaminya adalah sangat penting dalam institusi rumah tangga. Oleh karena itu, kepada semua wanita yang bergelar iseri, fahamilah seruan cerita ini, taatlah serta berbuat baiklah kepada suami, niscaya kau akan diridhai oleh suami anda. Fikirkanlah sejenak, di mana kedudukan anda sekarang di sisi Allah? Kerana keredhaan Allah tergantung keredhaan suami anda.

Selangkah anak perempuan keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga ayahnya itu hampir ke neraka. Selangkah seorang isteri keluar rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah juga suaminya itu hampir ke neraka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar